Beranda > Skripsi Administrasi > IMPLEMENTASI KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH DI RSUP

IMPLEMENTASI KEPUTUSAN PRESIDEN NOMOR 80 TAHUN 2003 TENTANG PEDOMAN PELAKSANAAN PENGADAAN BARANG / JASA PEMERINTAH DI RSUP

Desember 21, 2009

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi Keputusan Presiden nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / jasa Pemerintah di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro. Disamping itu juga untuik mengetahui hambatan yang timbul dalam pelaksanaan Keppres tersebut.
Peneliltian ini didesain dalam bentuk penenltian implementasi dengan menekankan pada konsep implementasi dari Ripley dan Franklin (1985). Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data diambil dari narasumber yang ditentukan berdasarkan tehnik Purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan tehnik wawancara mendalam, observasi dan studi dokumen. Untuk keperluan analisis data digunakan tehnik analisis interaktif dari Miles dan Huberman, dengan uji validitas menggunakan triangulasi data.
Hasil penelitian menunjukan bahwa implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003 di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten telah dilaksanakn sesuai dengan petunjuk pelaksanaannya. Keseluruhan tahapan telah dilalui dengan baik mulai dari perencanaan hingga evaluasinya. Serjumlah faktor diidentifikasi sebagai yang mempengaruhi proses implementasi, diantaranya adalah sikap pelaksana, sumber daya dan sistem komunikasi yang dibangun. Meskipun pelaksanaannya telah sesuai dengan juklaknya akan tetapi masih ditemukan hambatan dalam poelaksanaan keppres tersebut. Hambatan itu adalah hambatan yang bersumber dari kinerja panitia Pengadaan dan hambatan sistem.
Untuk itu maka saran yang penenlti ajukan antara lain adalah perlunya langkah kongkrit untuk menunjukkan adnya transparansi dalam pengadaan baranag, menguirangi mekanisme penunjukan rekanan dengan cara-cara yang lebih obyektif serta mengupauyaklan komunikasi yang intensif antara pelaksana dari petahap perencanaan hingga evaluasinya.

Dalam sebuah organisasi apapun bentuknya dalam melaksanakan kegiatan memerlukan sarana dan prasarana pendukung, baik berupa dana, barang maupun sumber daya manusia. Kegiatan atau aktivitas suatu entitas / organisasi, baik entitas swasta maupun entitas pemerintah, yang sehari-harinya melaksanakan pekerjaan sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya (tupoksi), akan selalu dijumpai suatu kegiatan yang aktivitasnya melakukan pengadaan (procurement).
Pengadaan atau pembelanjaan barang kebutuhan suatu organisasi perlu dilakukan untuk mendukung pekerjaan sehari-hari yang bersifat rutin (operasional, pemeliharaan, atau pemenuhan kebutuhan kerja setiap hari), maupun pekerjaan yang bersifat sementara (temporary) yang bersifat investasi, penambahan kapasitas terpasang, atau proyek, yang dilakukan untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang telah ditargetkan (Depkeu, 2007).
Selama ini sudah akrab ditelinga kita berbagai bentuk penyalahgunaan kekuasaan dalam kaitan dengan pengadaan barang. Ada istilah mark up, manipulasi, pengadaan yang tak ditenderkan, ketidaksesuaian barang yang dibeli dengan harga, dan sebagainya, yang sarat dengan berbagai penyelewengan. Kenyataan ini banyak terjadi pada instansi-instansi pemerintah.
Sebenarnya hal ini bukanlah sesuatu yang tidak diketahui oleh pemerintah. Untuk itu dalam rangka mengurangi kecenderungan tersebut dan agar pengadaan barang/jasa pemerintah dilaksanakan dengan efektif dan efisien dengan prinsip persaingan sehat, transparan, terbuka dan perlakuan adil pada semua pihak sekaligus untuk menghapus praktek kartel pelelangan yang kerap mewarnai tender di sejumlah instansi pemerintah, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan baru pengadaan barang / jasa pemerintah melalui Keppres No. 80/2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah sebagai pengganti Keppres sebelumnya yaitu Keppres No. 18/2000 (Perpres No. 32 Tahun 2005, 2007). Melalui penerapan Keppres yang baru tersebut diharapkan proses pengadaan barang / jasa oleh instansi pemerintah bisa memberikan hasil yang lebih menguntungkan bagi negara dan bisa menghindari kerugian negara akibat pelaksanaan yang tidak benar.
Secara umum proses pengadaan barang / jasa selama ini masih belum dapat menghasilkan harga yang kompetitif dan cenderung berharga lebih tinggi dibandingkan pembelian langsung oleh swasta. Hal ini menjadi indikator bahwa proses pengadaan cenderung menciptakan biaya ekonomi tinggi dan menciptakan biaya-biaya yang menambah harga penawaran. Harga yang tidak kompetitif pada akhirnya akan merugikan negara dan masyarakat pada umumnya karena berkurangnya manfaat dari belanja negara. Inefisiensi menjadi semakin bertambah besar ketika proses pelelangan juga tidak jujur. Perilaku ini menciptakan nilai proyek yang menggelembung dan kemudian diikuti dengan pelaksanaan pengadaan yang tidak jujur dan ada unsur Kolusi, Korusi dan Nepotisme (KKN).
Sebagai sebuah institusi pemerintah yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan, RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten juga tidak terlepas dari kegiatan pengadaan barang/ jasa untuk memenuhi kebutuhan operasional dalam pelayanan kesehatan pada setiap tahun. Berbagai kegiatan pengadaan diselenggarakan di rumah sakit ini, mulai dari kebutuhan barang yang langsung terkait dengan pelayanan kesehatan, juga kebutuhan-kebutuhan lain yang sifatnya sebagai penunjang maupun pelengkap dari kebutuhan pokok pada pelayanan kesehatan tersebut.
Terkait dengan pelaksanaan pembelanjaan di rumah sakit, sebagai bentuk pertanggungjawaban atas pengelolaan uang negara, setiap kurun waktu tertentu (tribulan, semester dan tahunan) disusun laporan realisasi pelaksanaan anggaran. Namun laporan yang dimaksud baru sebatas pada besaran penyerapan dana dan pencapaian prestasi pekerjaan, kalaupun ada monitoring dari instansi yang lebih atas waktunya sudah lewat dan biasanya tidak bisa berbuat lebih jauh. Kondisi ini menyebabkan pada saat dilakukan pemeriksaan / pengawasan oleh Aparat Pengawas Fungsional (APF) baik Inspektorat Jenderal Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Itjen-Depkes. RI), Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) maupun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) didapatkan prosedur pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan ketentuan Keppres Nomor 80 Tahun 2003, baik yang bersifat adminsitratif maupun teknis. Bersifat administratif misalnya tidak dilakukannya pengumuman di media masa dan kesalahan dalam pencantuman persyaratan pendaftaran, sedangkan yang bersifat teknis seperti kesalahan penghitungan volume dan kemahalan harga serta ketidaksesuaian antara barang yang dikirim dengan spesifikasi barang yang ditetapkan.
Sebagai Rumah sakit terbesar di Kabupaten Klaten, RSUP Soeradji Tirtonegoro mempunyai jumlah karyawan yang cukup besar, dengan pasien yang sangat padat. Ini tentu saja memerlukan sarana dan prasarana pendukung yang besar pula. Dengan demikian Rumah Sakit Umum Pusat Soeradji Tirtonegoro ini merupakan salah satu instansi pemerrintah yang sarat dengan pengadaan barang. Hal ini disebabkan karena rumah sakit ini memberikan jasa pelayanan kesehatan yang didalamnya memerlukan berbagai barang untuk melayani pasien. Barang itu bisa berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk medis maupun untuk kebutuhan rutin/ operasional rumah sakit.
Mengingat jumlahnya yang relatif cukup banyak apalagi dengan statusnya yang swadana tentu saja Rumah sakit ini perlu lebih berhati-hati dalam hal pengadaan barang kebutuhannya. Ini untuk menjaga kepuasan pelanggan maupun untuk tertib adminitrasi dan kelancaran proses pelayanan kesehatan sendiri. Hal yang cukup penting juga berkaitan dengan upaya penghematan yang harus dilakukan dengan status swadananya.
Menarik untuk dijadikan sebagai sebuah bahan kajian ilmiah, maka dalam rangka penyusunan skripsi untuk menyelesaikan pendidikan strata satu di Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi Madani, penulis tertarik untuk meneliti tentang implementasi Keppres nomor 80 tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan barang/ jasa Pemerintah di RSUP Soeradji Tirtonegoro Klaten, khususnya barang-barang untuk kebutuhan rutin/ operasional rumah sakit yang bersifat non medis (di luar obat-obatan). Untuk itu maka peneliti mengambil judul penelitian ”Implementasi Keputusan Presiden Nomor 80 Tahun 2003 Tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang / Jasa Pemerintah di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten”.